“Jumlah ini mengalami kenaikan dibanding tahun 2023 yakni sebanyak 219.000 wisatawan,” ungkap Kadisparekraf Bud Manggarai Barat, Stefanus Jemsifori pada Rabu (20/11).
Stefanus menjelaskan, peningkatan pengunjung baik dari dalam maupun mancanegara terjadi pada periode high season (Mei - Oktober), sedangkan untuk saat ini sudah memasuki periode low season (penurunan). Hal ini dipengaruhi oleh perubahan musim sehingga arus dan gelombang laut mulai naik atau memasuki musim barat yang berpengaruh pada sektor pariwisata.
“Sejak Januari 2023 Pemda Manggarai Barat sudah tidak mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari dalam kawasan, yang di dalam kawasan sudah dihandle langsung oleh pemerintah pusat melalui Balai Taman Nasional Komodo (BTNK),” lanjutnya.
Stefanus menambahkan, ada hal positif dari kebijakan diatas sehingga Pemda bisa lebih fokus menangani hal yang diluar Taman Nasional Komodo. Dia mengapresiasi semangat kerja Pemda untuk mengelola kawasan wisata di luar TNK yang semakin serius.
“Saya sebut saja untuk diluar wilayah perairan yang diluar TNK itu Kelor, Sebayur, Kanawa, Sagolo, Bidadari. Ini beberapa tempat yang menjadi tempat pilihan wisatawan terutama mancanegara untuk melakukan aktivitas,” tambahnya.
Sebagai salah satu pengampu PAD, Dinas Pariwisata Manggarai Barat mendukung kerja kolaborasi Pemda maupun Stakeholder terkait yang giat membangun industri pariwisata sehingga status Destinasi Super Prioritas (DSP) layak dikunjungi dan disebut sebagai tujuan wisata dunia.
Stefanus mengungkapkan, sesuai Perda No. 6 Tahun 2023 pemerintah daerah mendapatkan pajak dan retribusi daerah dari snorkeling dan diving. Pajak snorkeling untuk domestik 20.000 dan mancanegara 50.000 per individu, sedangkan untuk diving domestik 50.000 dan mancanegara 100.000.
“Pendapatan daerah juga ditambah dengan daerah tujuan wisata bagian daratnya contohnya Batu Cermin, Gua Rangko, Cunca Wulang, Puncak Waringin dan Ngalor Kalo. Ini juga tarifnya sama untuk domestik 20.000 dan 50.000 untuk mancanegara,” Pungkasnya.
(Jellu/Redaksi)